MAKALAH
LINGKUNGAN
PENDIDIKAN
Disusun
untuk memenuhi tugas kuliah
Mata
kuliah : Pengantar Ilmu Pendidikan
Dosen
Pembimbing : Drs. Jaino, M.Pd
Disusun
Oleh:
1. Dewi
Ayu Arismaya ( 1401413151 )
2. Manunal
Ahna ( 1401413181 )
3. Rina
Aprilia ( 1401413189
)
4. Zahrotun
Nafiah ( 1401413198 )
ROMBEL
: 3
PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Pendidikan mempunyai
tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Mengenai
masalah pedidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit.
Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang
mahal, bahkan aturan UU Pendidikan kacau.
Dampak dari
pendidikan yang buruk ini, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan
ini dapat juga akibat dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik
di tingkat nasional, propinsi, maupun kota dan kabupaten.
Begitu
banyak permasalahan di negeri ini dalam hal pendidikan, namun jika kita sebagai
anak negeri ingin berbuat untuk memperbaiki semuanya.
Pendidikan
adalah bantuan yang diberikan oleh manusia untuk mengembangkan potensi –
potensi yang dimiliki manusia. Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan
generasi yang baik, manusia – manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai
individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan merupakan
suatu gambaran dari filsafah hidup atau
pandangan hidup manusia, baik perorangan maupun secara kelompok.
Untuk
melakukan suatu pengajaran dan melakukan sistem pendidikan tidak hanya dapat
dilakukan di lingkungan sekolah, namun juga dapat dilakukan di lingkungan keluarga
dan lingkungan masyarakat.
Dalam
makalah ini, kami akan membahas tentang lingkungan pendidikan.
2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian dari lingkungan pendidikan?
2.
Apa sajakah macam dari lingkungan pendidikan?
3.
Apakah pengertian dari lingkungan pendidikan sekolah, keluarga,
dan masyarakat?
3.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah
menyelesaikan pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan dan
memperoleh berbagai kearifan berkaitan dengan materi berikut ini:
1.
Pengertian tentang lingkungan pendidikan.
2.
Lingkungan pendidikan keluarga.
3.
Lingkungan pendidikan sekolah.
4.
Lingkungan pendidikan masyarakat.
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Lingkungan
secara umum dapat diartiakan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejateraan manusia serta makhluk hidup
lainnya. Sedangkan lingkungan pendidikan dapat diartikan sebagai berbagai
faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Lingkungan
pendidikan dapat pula diartikan sebagai berbagai tempat berlangsungnya proses
pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkunga sosial.
Dengan
mengacu pada pengertian itu, lingkungan pendidikan dipilah menjadi 3 yaitu
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut dikenal dengan
tripusat pendidikan atau ada yang menyebut tripusat lembaga pendidikan. Namun,
ketiga lingkungan pendidikan tersebut sering dirancukan dengan pemilahan
pendidikan yang dikembangkan oleh Philip H. Coombs yaitu pendidikan informal, pendidikan
formal, dan pendidikan nonformal. Menurutnya, pendidikan informal adalah
pendidikan yang tidak terprogram, tidak terstruktur, berlangsung kapan pun, dan
dimana pun juga. Pendidikan formal adalah pendidikan berprogram, terstruktur
dan berlangsung dipersekolahan. Sedangkan pendidikan nonformal adalah
pendidikan yang terprogram, terstruktur, dan berlangsung di luar persekolahan.
Selain
itu, konsep tripusat dapat dirancukan dengan jalur pendidikan (UU No.2 tahun
1989) yang meliputi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah.
2.
LINGKUNGAN
PENDIDIKAN KELUARGA
Keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama karena manusia pertama kalinya memperoleh
pendidikan di lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu
manusia mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan.
Fungsi keluarga pada masyarakat
demikian meliputi fungsi produksi dan fungsi konsumsi sekaligus secara
absolute. Kehidupan masa depan anak pada masyarakat primitif mudah diprediksi.
Hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan generasi sang anak nyaris sama dengan
pola kehidupan sang orang tua. Sebagai contoh anak yang orang tuanya sebagai
petani hampir dapat dipastikan bahwa anak tersebut, akan menjadi petani.
Kondisi ini muncul karena anak
merupakan bagian dari keluarga. Sementara dalam masyarakat tradisional upaya
pemenuhan kebutuhan seluruh anggota keluarga dikerjakan secara bersama-sama
oleh seluruh anggota keluarga, tanpa pembagian pekerjaan yang kompleks. Orang
tua bertanggung jawab penuh akan pendidikan anaknya. Tanggung jawab ini pada msyarakat
tradisional tidak akan selesai sampai anaknya telah menikah.
Adanya berbagai tekanan dari luar
dalam bentuk modernisasi, dan mobilitas sosial baik secara vertikal maupun
horizontal, fungsi kehidupan keluarga pun mengalami perubahan. Fungsi konsumsi
keluarga relatif tetap bertahan namun fungsi produksi mengalami banyak
perubahan. Setiap keluarga tetap memerlukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari,
namun tidak dapat disediakan sendiri. Dengan demikian, keluarga telah memulai
kehilangan fungsi produksinya.
Keluarga modern cenderung terdiri
atas anggota keluarga dengan jumlah yang kecil dipandang lebih demokratis, yang
masing-masing (tidak tahu persis sesuatu yang dilakukan oleh anggota keluarga
yang lain), dan cenderung tergantung pada pelayanan jasa dari pihak lain.
Dengan demikian dalam proses pendidikan, anak tidak lagi sepenuhnya tergantung
pada pendidikan dari orang tuanya seperti pada keluarga tradisional.
Drost
secara ekstrim menyebut bahwa pendidikan sekolah lebih banyak mengembangkan
kemampuan akademis, sedangkan pengembangan kepribadian merupakan tugas
pendidikan keluarga. Dengan demikian baginya pendidikan keluarga lebih utama
daripada pendidikan sekolah.
Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
1.
Pendidikan
prenatal (pendidikan dalam kandungan)
Pendidikan
prenatal (pendidikan sebelum lahir) diadasari suatu asumsi bahwa sejak masa
konsepsi manusia telah dapat memperoleh pendidikan. Dalam pendidikan ini
diyakini merupakan pendidikan untuk pembentukan potensi yang akan dikembangkan
dalam proses pendidikan selanjutnya. Wujud praktek pendidikan prenatal
cenderung merupakan kearifan masyarakat (berbagai “quasi-ilmu” yang tumbuh dan
berkembang dalam masayarakat secara turun temurun) yang sangat dipengaruhi
praktek-praktek budaya.
2.
Pendidikan
postnatal (pendidikan setelah lahir)
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap
pendidikan meliputi:
1.
Motivasi
cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dengan anaknya.
Cinta
kasih ini mendorong sikap dan tindakan untuk menerima tanggung jawab dan
mengabdikan hidupnya untuk sang anak.
2.
Motivasi
kewajiban moral orangtua terhadap anak.
Tanggung
jawab moral ini meliputi nilai-nilai religious spiritual untuk memelihara
martabat dan kehormatan keluarga.
3.
Tanggung
jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
3.
LINGKUNGAN PENDIDIKAN SEKOLAH
Pada
awalnya manusia hanya mengenal pendidikan keluarga dan pendidikan dalam masyarakat.
Pada masyarakat demikian, pendidikan informal dari orangtua dan masyarakat
dirasa cukup untuk bekal hidup dalam masyarakat bersangkutan. Kondisi demikian
dimungkinkan karena struktur sosial masyarakat belum komplek. Seorang anak
dalam masyarakat demikian tidak memerlukan persiapan khusus untuk mempelajari
sesuatu untuk menuju masa dewasa. Mereka cukup belajar dari orang tua.
Dengan
mengacu pendapat Margaret Mead yang
dikutip Sastra Prateja, pendidikan pada waktu itu disebut
paska-figuratif. Pendidikan paska-figuratif adalah pendidikan yang menekankan
peserta didik untuk meniru figure “pendidik”. Dengan demikian pendidikan sifatnya
hanya konservatif.
Tidak semua tugas mendidik dapat
dilaksanakan oleh orang tua dalam keluarga, terutama dalam hal ilmu pengetahuan
dan berbagai macam keterampilan. Oleh karena itu dikirimkan anak ke sekolah.
Sekolah merupakan sarana yang secara
sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran
sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses
pembangunan masyarakat. Sekolah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak selama mereka diserahkan
kepadanya. Karena itu sebagai sumbangan sekolah sebagai lembaga terhadap pendidikan, diantaranya
sebagai berikut;
·
Sekolah
membantu orang tua mengerjakan kebiasaan-kebiasaan yang baik serta menanamkan
budi pekerti yang baik.
·
Sekolah
memberikan pendidikan
untuk kehidupan di dalam masyarakat yang sukar atau tidak dapat diberikan di
rumah.
·
Sekolah
melatih anak-anak memperoleh kecakapan-kecakapan seperti membaca, menulis,
berhitung, menggambar serta ilmu-ilmu lain sifatnya mengembangkan kecerdasan
dan pengetahuan.
·
Di
sekolah diberikan pelajaran etika, keagamaan, estetika, membenarkan benar atau
salah, dan sebagainya.
Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai situasi dan
kondisi sekolah antara lain :
·
Pengajaran
yang mendidik
·
Peningkatan
dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan ( BP ) di sekolah
·
Pengembangan
perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat/sumber belajar ( PSB )
·
Peningkatan
dan pemantapan program pengelolaan sekolah
Dasar tanggung jawab sekolah akan pendidikan meliputi 3 hal
yaitu :
1.
Tanggung
jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan
menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku (perundangan dalam pendidikan)
2.
Tanggung
jawab keilmuan berdasarkan bentuk isi, tujuan, dan jenjang pendidikan yang
dipercayakan kepadanya oleh masyarakat dan Negara
3.
Tanggung
jawab fungsional adalah tanggung jawab professional pengelola dan pelaksanaan
pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-ketentuan
jabatannya
.
4.
LINGKUNGAN PENDIDIKAN MASYARAKAT
Dalam konteks pendidikan, masyarakat
merupakan lingkungan lingkungan keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini,
telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan
keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut
tampaknya lebih luas.
Corak dan ragam pendidikan yang dialami
seseorang dalam masyarakat banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik
pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertia-pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Menurut Soerjono Soekanto (1988),
dalam setiap masyarakat, baik yang sederhana maupun yang komplek, terbelakang,
atau maju, pasti terdapat pranata-pranata social (Social institution). Kalau
dianalisis paling tidak ada 5 pranata social yang terdapat pada sistem masyarakat,
yaitu :
1.
Pranata
pendidikan
2.
Pranata
ekonomi
3.
Pranata
politik
4.
Pranata
teknologi
5.
Pranata
moral atau etika
Pranata pendidikan secara umum
mempunyai tugas dalam upaya sosialisasi, sehingga setiap warga masyarakat
mempunyai kepribadian yang mendekati harapan masyarakat bersangkutan. Pranata
ekonomi bertugas mengatur upaya pemenuhan kemakmuran hidup sehingga masing-masing
anggota memperoleh kelayakan serta ekonomis. Pranata politik bertugas
menciptakan integritas dan stabilitas masyarakat. Pranata teknologi berupaya
menciptakan teknik untuk mempermudah kehidupan manusia. Sedangkan pranata moral
mengurus nilai dan penyikapan atau tindakan dalam pergaulan di masyarakat.
Akhir-akhir ini, sekolah dinilai
terjadi kesenjangan dengan masyarakatnya. Sekolah telah menjadi “benda asing”
dalam masyarakat, yang seolah-olah harus disingkirkan. Sekolah cenderung arogan
terhadap masyarakat, sebaliknya masyarakat kurang peduli terhadap sekolah.
Adanya berbagai kesulitan yang dihadapi sekolah dalam memperoleh dukungan dari
masyarakat, adanya perijinan yang berbelit terhadap berbagai kegiatan sekolah
di masyarakat, adanya kesengganan masyarakat untuk menggunakan fasilitas, dan lain-lain
adalah beberapa bukti adanya kesenjangan ini.
Perlu dilakukan upaya-upaya untuk
mengakrabkan sekolah dengan masyarakat. Beberapa hal yang telah dilakukan
antara lain Komite Sekolah, adanya berbagai bantuan finansial terhadap pembangunan
kelengkapan sekolah, sistem magang, KKN, PKL dan lain-lain.
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau
dari tiga sisi, yaitu:
1.
Masyarakat
sebagai penyelenggara pendidikan
2.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial dimasyarakat
3.
Dalam
masyarakat tersedia berbagai sumber belajar baik yang dirancang ( by desing),
maupun yang dimanfaatkan ( utility ).
Paling sedikit dapat dibedakan menjadi enam tipe
sosial-budaya sebagai berikut :
·
Tipe
masyarakat berdasarkan sistem berkebun yang amat sederhana
·
Tipe
masyarakat pedesaan berdasarkan bercocok tanam di ladang atau sawah dengan
tanaman pokok padi
·
Tipe
masyarakat pedesaan berdasarkan sistem bercocok tanam di sawah dengan tanaman
pokok padi
·
Tipe
masyarakat perkotaan
Selain tipe masyarakat di atas yang
dapat mempengaruhi karakteristik seseorang, terdapat juga lembaga
kemasyarakatan kelompok sebaya dan atau kelompok sosial seperti remaja masjid,
pramuka, dsb. Yang mempunyai fungsi kelompok teman sebaya terhadap anggotanya
antara lain :
1.
Mengajar
berhubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain
2.
Memperkenalkan
kehidupan masyarakat yang lebih luas
3.
Menguatkan
sebagian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa
4.
Memberikan
kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh
kekuatan otoritas
5.
Memberikan
pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak
6.
Memberikan
pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan ( pengetahuan
mengenai cita rasa berpakaian, musik, jenis tingkah laku tertentu, dan
lain-lain )
7.
Memperluas
cakrawala pengalaman anak, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks
Dengan demikian organisasi tersebut menyediakan program pendidikan bagi
anak-anaknya, yakni :
1.
Mengajarkan
keyakinan serta praktik-praktik keagamaan dengan cara memberikan
pengalaman-pengalaman yang menyenangkan bagi mereka
2.
Mengajarkan
bagi mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan
keyakinan-keyakinan agamanya
3.
Memberikan
model-model bagi perkembangan watak
Lingkungan
pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat dapat ditinjau dari beberapa aspek
sebagai berikut.
NO
|
Pendidikan Formal
|
Pendidikan informal
|
Pendidikan Nonformal
|
1
|
Penyelenggaraan
proses pendidikan di gedung sekolah
|
Dapat
dilakukan diluar gedung sekolah
|
Dapat
dilakukan dimana saja
|
2
|
Peserta
didik dituntut persyaratan tertentu
|
Kadang-kadang
ada persyaratan
|
Tidak
ada persyaratan
|
3
|
Kurikulum
jelas sesuai jenjang yang ditempuh
|
Kurikulum
tidak memiliki jenjang yang jelas
|
Tidak
ada kurikulum
|
4
|
Materi
berjenjang dan cenderung akademik
|
Materi
bergantung pada kebutuhan
|
Tidak
ada materi khusus
|
5
|
Penyelenggaraan
proses pendidikan relative lama
|
Penyelenggraan
relative singkat
|
Tidak
ada batas waktu
|
6
|
Ada
persyaratan formal bagi pendidiknya
|
Tidak
harus memenuhi persyaratan formal
|
Tidak
ada persyaratan
|
7
|
Ujian
seragam dan formal dst
|
Ujian
bersifat khusus
|
Tidak
mengenal ujian
|
5.
HUBUNGAN
SEKOLAH MASYARAKAT
Analisis mengenai hubungan sekolah dengan masyarakat sebenarnya
merupakan penyederhanaan konsep, sebab sekolah merupakan salah satu wujud
pranata pendidikan, sedangkan pranata pendidikan merupakan salah satu pranata
sosial yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, sekolah sebenarnya adalah
dengan merupakan bagian dari masyarakat. Selain itu konsep masyarakat
sebenarnya termasuk juga keluarga, karena masyarakat merupakan himpunan dari keluarga-keluarga. Akan tetapi
hal ini perlu dilakukan mengingat punya maksud agar para mahasiswa jalur
kependidikan sebagai calon guru mampu mengembangkan konsep-konsep dan aplikasi
dalam usaha mengakrabkan sekolah dengan masyarakatnya.
a.
Hubungan Transaksional
Antar Sekolah Dengan Masyarakat
Menurut sanafiah faisal (1980) dalam Buku Daspend. MKDK IKIP
Malang, hubungan antar sekolah dengan masyarakat paling tidak dapat dilihat
dari dua segi, yaitu:
1.
Sekolah sebagai
partner masyarakat dalam melakukan fungsi pendidikan; dan
2.
Sekolah sebagai
produsen yang melayani pesanan-pesanan pendidikan dari masyarakat.
Dari segi pertama menempatkan sekolah dan masyarakat dalam posisi
yang sejajar dalam hal menjalankan fungsi pendidikan. Antara keduanya terdapat
hubungan yang fungsional. Berhasil tidaknya pendidikan yang satu ditentukan
juga oleh berhasil tidaknya pendidikan lain. Keberhasilan pendidikan seseorang
dalam sekolah ditentukan juga oleh pengalaman dalam masyarakatnya. Kegiatan
keseharian, harapan orang tua, teman pergaulan, kondisi lingkungan fisik dan
lain-lain sangat menentukan keberhasilan pendidikan seseorang di sekolah.
Sedangkan dari segi yang kedua hubungan sekolah dengan masyarakat,
masing-masing dipandang memiliki hubungan yang rasional sesuai dengan
kebutuhan. Sekolah sebagai produsen dituntut untuk mengakomodasi keinginan
masyarakat terhadap pendidikan.
Hubungan yang harmonis antara sekolah dengan masyarakat tidak akan
terjadi dengan sendirinya meskipun masing-masing lembaga saling membutuhkan.
Oleh karena itu pihak sekolah (kepala sekolah, guru dan pegawai administratif)
hendaknya melakukan berbagai usaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis
tersebut.
Jons sebagai mana yang dikutip oleh Kartadinata dan Dantes
(1996/1997) mengemukakan ada 5 cara untuk meningkatkan hubungan sekolah dengan
masyarakat yaitu:
1.
Melalui
aktivitas kurikuler pada siswa
2.
Aktivitas para
guru
3.
Kegiatan ekstra
kurikuler
4.
Kunjungan para
orang tua siswa atau anggota masyarakat ke sekolah
5.
Melalui media
massa
Kegiatan belajar mengajar dapat digunakan sebagai alat
menghubungakan sekolah dengan masyarakat melalui kegiatan pengumpulan bahan
pengajaran dari masyarakat, mengamati objek-objek yang ada dalam masyarakat,
melaksanakan kegiatan magang, melaksanakan penelitian dan kegiatan pengabdian
pada masyarakat.
Kegiatan guru yang dapat dikaitkan dengan usaha memajukan hubungan
sekolah dengan masyarakat antara lain: melakukan kunjungan ke rumah siswa,
mengadakan kerja sama dengan orang tua atau masyarakat dalam usaha
mengembangkan kebijakan pemberian tugas-tugas atau pekerjaan rumah para siswa,
menunjukkan sikap positif terhadap orang tua menyangkut kemajuan para siswa,
memanfaatkan keahlian masyarakat untuk kepentingan pendidikan.
Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat dimanfaatkan untuk membina
hubungan baik antara sekolah dnegan masyarakat. Kegiatan ekstra kurikuler tidak
hanya terbatas dilakukan di halaman sekolah, dapat pula dilakukan dalam
masyarakat. Jenis kegiatan ini misalnya olahraga, pramuka, PMR, kesenian,
keagamaan dan kegiatan sosial lainnya. Dalam melakukan kegiatan ini dapat
melibatkan anggota masyarakat.
Kunjungan orang tua ke sekolah dirasa sangat kurang. Hal ini karena
kurang sadarnya masnyarakat akan tanggung jawab bersama dalam bidang
pendidikan, keterbatasan waktu karena kesibukan di luar pendidikan. Sudah
sepatutnya sekolah mengadakan inisiatif untuk mengundang mereka ke sekolah pada
kesempatan yang sesuai misalnya kenaikan kelas, ulang tahun sekolah, pameran
hasil karya siswa dan lain-lain. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk upaya
saling memberi dan saling menerima berkaitan dengan pendidikan di sekolah tersebut.
Publikasi melalui media massa tentang sekolah bermanfaat untuk
mengembangkan hubungan sekolah dengan masyarakat. Berbagai program dan kemajuan
sekolah dapat dikomunikasikan kepada masyarakat melalui media massa.
b.
Hubungan
Transmisi dan Transformasi
Keseluruhan uraian di atas, meletakkan hubungan sekolah dengan
masyarakat secara transaksional. Sedangkan analisis yang didasarkan pada
peran pendidikan dalam kaitan dengan kebudayaan, sehingga tercipta hubungan transmisif
(pewarisan dan pemeliharaan) dan hubungan transformatif (inivativ atau
pembaharuan).
Hubungan transmitif terjadi manakala sekolah berperan sebagai
pewarisan kebudayaan. Kebudayaan diartikan sebagai seperangkat sistem ide,
tingkah laku, dan benda, yang dimiliki sekelompok masyarakat, yang diperoleh
melalui proses belajar. Kebudayaan ini tidak dengan sendirinya ada dalam arti
anak (murid). Kebudayaan ini diwariskan kepada generasi berikutnya melalui
proses ditransmisikan atau diajarkan. Kebudayaan yang ditransmisikan ini
tentunnya kebudayaan yang dinilai baik dalam arti mampu menciptakan
kelangsungan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat.
Hubungan transformatif terjadi manakala sekolah berperan sebagai
agen pembaharu dalam kebudayaan masyarakat. Seiring dengan perkembangan
peradaban manusia, beberapa wujud budaya dinilai lagi tidak kondusif untuk
perkembangan masyarakat. Secara ideal sekolah dituntut untuk melakukan inovasi
hal tersebut. Dalam kaitan ini ada beberapa hal yang mungkin dilakukan siswa
SD, yaitu reproduksi budaya, difusi budaya, dan berpikir kreatif.
Dalam reproduksi budaya, murid dibelajarkan untuk melakukan
penggalian unsur-unsur budaya yang telah ada dalam masyarakatnya. Beberapa
nilai budaya yang dinilai positif dan cenderung memudar, dapat direproduksi,
dengan berbagai penyesuaian.
Dalam difusi kebudayaan, murid dibelajarkan agar dapat
menyebarluaskan unsur-unsur budaya yang dinilai positif dan belum dimiliki
masyarakat, kepada masyarakatnya. Proses difusi ini tentunya sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
Sedangkan kemampuan berfikir kreatif ini perlu terus dikembangkan
dan ditanamkan dalam diri murid, sehingga pada gilirannya tercipta manusia
pembaharu. Berfikir kreatif artinya berfikir divergen, berfikir alternatif
“berani tampil beda”.
PENUTUP
1.
SIMPULAN
Pendidikan
adalah bantuan yang diberikan oleh manusia untuk mengembangkan potensi –
potensi yang dimiliki manusia. Pendidikan mengemban tugas untuk menghasilkan
generasi yang baik, manusia – manusia yang lebih berkebudayaan, manusia sebagai
individu yang memiliki kepribadian yang lebih baik. Tujuan pendidikan merupakan
suatu gambaran dari filsafah hidup atau
pandangan hidup manusia, baik perorangan maupun secara kelompok.
lingkungan pendidikan dapat
diartikan sebagai berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek
pendidikan. Lingkungan pendidikan dapat pula diartikan sebagai berbagai tempat
berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkunga sosial.
Untuk melakukan suatu pengajaran
dan melakukan sistem pendidikan tidak hanya dapat dilakukan di lingkungan
sekolah, namun juga dapat dilakukan di lingkungan keluarga dan lingkungan
masyarakat.
2.
SARAN
Melihat
kenyataan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan yang maksimal
diperlukan sebuah hubungan timbal balik yang erat maka diperlukan sebuah
koordinasi antar lingkungan pendidikan. Dalam menentukan kurikulum
lingkungan formal (sekolah) baiknya untuk mepertimbangankan faktor lingkungan
keluarga dan masyarakat. Bahkan kalau memungkinkan melibatkan
keluarga anak didik dan tokoh masyarakat dalam merumuskan kurikulum pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kartadinata,Sunarya.Dkk.1996.Landasan
Pendidikan SD.Jakarta:Depdikbud.
Soegiyanto,Saleh.1994.Dasar-dasar
Pendidikan Dasar Sosio Kaltural
Pendidikan.Jakarta:Depdikbud
Noor,Faried.1983.Menuju
Keluarga Sejahtera dan Bahagia.Bandung:PT
Alma’arif.
A.J.Cropley(terjemahan
M. Sarjan Kadir).1987.Pendidikan Seumur
Hidup.Surabaya:Usaha
Nasional.